bang boy

bang boy

Mediabnr – Meski dia memiliki jurnal media sendiri, gerak-geriknya tak menerus dalam sorot media. Kiprahnya bergaung lintas daerah. Terobosan yang dilakukannya, menjadi langkah kongkret upaya membangun BnR Indonesia. Meskipun tantangan tak sedikit menghadang, dan rintangan yang kerap menghalang. Ia bisa keluar dari situasi tak menguntungkan itu, dan terus mengkaryakan dirinya untuk masyarakat dunia perburungan.

Boy, yang akrab dipanggi Bang Boy, lewat karyanya membangun BnR Indonesia, mengerti betul bahwa dunia perburungan butuh keterbukaan untuk berkompetisi. Bidang perburungan kala itu di awal pra berdirinya BnR, belum dijadikan mainstream bagi para pemain burung dalam perkembangan nasional. Selama ini cenderung berorientasi ke satu sisi saja. Atas dasar tersebut maka lahirlah BnR Indonesia pada tanggal 13 Desember 2008. Tanggal tersebut menjadi waktu bersejarah bagi BnR Indonesia dan dunia perburungan. Kehadirannya menjadi titik pembukaan awal sunyi menjadi gempita yang meluas. Dunia perburungan menjadi lebih hidup, pelan-pelan menciptakan banyak peluang bisnis dan kreativitas. “Golongan darah tak harus sama, kesetaraan dan harapan untuk berkembang yang harus sama,” ujar Bang Boy.

Terbentuknya BnR yang menaungi empat elemen yang saling berkaitan, Event Organizer, Juri, Media dan Produk. Dalam perjalanan waktu, berkembang dengan menunjukan kinerja positifnya. Kesuksesan empat elemen tersebut tidak saja diukur dari keberhasilan faktor kinerja semata, namun bagaimana elemen tersebut dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat perburungan. Tidak berhenti sampai pembentukan BnR, Bang Boy juga mengedepankan konservasi sebagai bingkai kelangsungan dunia perburungan. Bukan untuk sekedar gaya-gayaan, sedikitnya propaganda akan konservasi, terdengar oleh dinas pemerintah terkait. Bahwa ada gerakan penyelamatan serta kelangsungan hidup, bukan eksploitasi pemanfaatan yang sewenang-wenang.

Ketika pemerintah menganggap, ketimpangan sudah masuk kategori lampu kuning,ditambah Data Convention on Biological Diversity (CBD), menyebutkan 17 % burung dunia ada di Indonesia, tingkat kepunahannya timpang dibanding kelangsungannya. Kementrian Kehutanan dan Balai Besar Sumber Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), menyentilnya “Masihkah hutan menjadi rumah besar, bagi pepohonan hijau yang senantiasa meneduhkan kehidupan, serta bagi burung liar yang menjaga kesinambungan ekosistem, dan sumber hidup bagi masyarakat banyak?” Menangkap pesan tersebut, Bang Boy dan Yayasan BnR Indonesia mengagendakan program konservasi dengan jargon “Tiada Penangkaran, Tiada Lomba”. Aroma konservasi pun tercium dinas terkait, program Yayasan BnR sedikit banyak tercatat mempunyai gerakan pelestarian. “Lebih mudah memperbaiki dari nol, ketimbang harus memperbaiki dari yang sudah terlanjur salah.” “Tetapi setidaknya kita tidak diam, bukan hanya berwacana, karena kita sudah bergerak,” ucap Bang Boy.

Satu dekade telah terlewati. Betapapun inovasi sampai kontroversinya tetap bergulir, Bang Boy adalah bagian dari kekayaan sejarah dunia perburungan Indonesia. Ada yang memusuhi, tetapi banyak yang mengaguminya. Mempunyai sikap untuk terus bekerja keras, bergerak cepat dan bertindak tepat, yang memang telah menjadi formatnya dalam berwawasan cendekia yang sehat, majemuk dan kokoh di ruang publik. Sebagai pemikir visioner, beberapa gagasan Bang Boy akan selalu menjadi bagian penting dalam membangun dunia perburungan menjadi lebih baik dan berkembang lagi. … Demikianlah ia berjalan, tak terukur arahnya kemana dan kapan ia tiba. Ia memilih berada dalam waktu sebagai ruang terbuka, meski acap melampaui zamannya… Satu dekade terasa istimewa. (Ricky_Dim)