399px-Anies-baswedan-Dec-2010

Anies Baswedan ( ist )

Meski sejak lama Anies Baswedan, begitu ia cukup dikenal di dunia pendidikan dan politik, namun akhir-akhir ini wajahnya kerap muncul kembali di media massa. Maklum, ia kini maju sebagai Capres 2014, karena itulah televisi dan media cetak belakangan ini banyak menyorot sosok intelektual muda yang satu ini.

Berbicara karier Anies Baswedan, meski usianya terbilang muda, namun segudang pengalaman dan prestasi telah ia sandang. Mulai dari Direktur Riset Indonesian Institute pada 2005, Rektor Termuda Universitas Paramadina pada 2007, 100 Intelektual Dunia versi Majalah Foreign Policy pada 2008, Pendiri Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar pada 2010, Anggota Tim 8 KPK, dan 500 Muslim Berpengaruh Dunia—versi Royal Islamic Strategic Centre, Yordania pada 2010, serta Ketua Komite Etik KPK pada 2013 lalu.

Tampaknya tak banyak orang tahu, putra pasangan Rasyid Baswedan (Mantan Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia) dan Aliyah (Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta) ini, dengan segala kesibukannya  itu masih menyempatkan diri memelihara burung untuk sekadar memuaskan hobinya. Ada beberapa jenis burung yang dipelihara di halaman belakang rumahnya di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ada burung cucak rawa, lovebird, perkutut, kenari, terucuk, kacer, dan juga burung anies yang mirip dengan namanya.

Berawal dari Merpati

Kegemaran pria yang akrab disapa Anies dengan burung itu, ternyata sudah dilakukannya sejak ia masih kanak-kanak. Menurut Anies ketika ditemui di kampus Universitas Pelita Harapan (UPH) pada acara Dia-lo-gue Indonesia 2014 yang diselenggarakan pada (15/1) lalu, saat duduk di bangku Sekolah Dasar di Yogyakarta, awalnya ia belajar merawat burung merpati yang diperoleh dari kerabatnya. Hingga sepasang merpati itu beranak pinak. Dan diakui Anies, ia juga kerap menonton balap merpati yang biasa digelar di Lapangan Klebengan di Kaliurang, Yogyakarta. “Waktu itu saya bersepeda untuk menonton lomba burung merpati,” kata ayah empat orang anak ini mengenang.

Begitupun Anies kecil, ketika pulang sekolah atau di hari libur, ia akui sering berkunjung ke Pasar Burung Ngasem, Yogyakarta, sekadar untuk melihat-lihat burung di sana. Di pasar burung terbesar di Yogyakarta itu, Anies merasa betah berlama-lama mendengarkan kicauan burung, hingga sore hari barulah ia beranjak pulang. Ketika itu keinginannya cukup besar untuk membeli burung di pasar tersebut, tetapi apalah daya ia tak punya uang. Karena itulah ia teringat akan pesan orangtuanya, jika ingin memelihara burung harus dengan uang sendiri dan juga harus dirawat dengan baik.

“Pesan orangtua saya ketika itu harus beli sendiri dan harus merawat yang baik,” kenang Anies. Dari sanalah akhirnya ia mulai menyisihkan sebagian uang jajan sekolahnya untuk ditabung. Dari hasil tabungannya itu akhirnya Anies merasa senang bukan kepalang, karena bisa membeli burung kepodang dan jalak suren ketika itu.

Tinggalkan Hobi untuk Sekolah

Namun sejak melanjutkan sekolah SMP hingga kuliah Anies mengaku melepaskan hobinya tersebut cukup lama. Pasalnya, kegiatan sekolah dan aktivitas di luar sekolah yang padat menyita waktunya dan tak lagi sempat mengurus hobinya. Apalagi ketika ia harus ke Amerika untuk melanjutkan kuliah program doktor di Departemen Ilmu Politik,Universitas Northern Illinois, Amerika Serikat. Ketika itu ia pun harus rela melupakan hobi burungnya tersebut.

Namun ketika Anies kembali di tanah air pada 2005 silam, ia mulai berpikir untuk kembali melanjutkan hobinya itu. Karena kesibukan satu dan lain hal, ia pun baru dapat merealisasikan keinginannya tersebut pada 2007 ketika ia baru pindah rumah. Di sanalah menurutnya Anies berpikir dan membayangkan di mana saja posisi untuk meletakan sangkar burung di sekeliling rumahnya.

Cara Unik Membeli Burung

Dirasakan kondisi rumah cukup baik untuk kembali menyalurkan hobinya ketika itu, Anies pun mengatakan mulai menyambangi Jalan Barito, Jakarta Selatan untuk berburu burung. Dan burung murai batu ketika itu yang ia beli untuk dipelihara mengawali kembali hobinya itu. Suami Ferry Farhati Ganis SPsi, MSc ini terbilang cukup rajin berkunjung ke pasar burung di Jalan Barito, hingga ketika itu Anies cukup dikenal beberapa pedagang burung di sana, “Ada enam-tujuh pedagang burung langganan saya, kalau saya butuh burung,” tukasnya.

Karena cukup dikenal kalangan pedagang, Anies pun punya cara tersendiri untuk memastikan burung yang akan dibelinya. Ia memesan burung lewat pesan singkat handpone dan kemudian penjual burungnyalah yang membawa burung pesanannya ke rumah Anies. “Biasanya ditaruh di rumah saya sampai sepekan untuk memastikan suaranya bagus atau tidak. Kalau bagus ya jadi saya bayar,” katanya sambil tersenyum.

Untuk Kepuasan Batin

Memelihara burung kicau menurut Anies memiliki kepuasan batin tersendiri. Rasa penat oleh karena kesibukan sehari-harinya dapat hilang jika mendengar ocehan burung-burung di rumahnya, “Ya saya merasa batin lebih tenang saja jika mendengar berbagai suara burung,” selorohnya. Apalagi katanya, indahnya menikmati suara burung di pagi hari sambil menyeruput secangkir kopi panas. Itulah cara Anies menikmati hari-harinya ketika pagi menyambut.

Lalu apa yang menarik dengan burung anies yang ia pelihara dan juga mirip dengan namanya itu? Menurutnya, burung anies itu sangat menarik jika sudah ngoceh dengan gaya telernya, “Burung anies itu kalau sudah berbunyi, wah suaranya bagus betul. Gayanya pun lucu sekali dengan gerakan-gerakan yang mencuri perhatian,” katanya sambil tersenyum.

Dalam hal pemeliharaan burung, rupanya ia cukup selektif. Ia hanya mau memelihara burung-burung dari hasil penangkaran dan bukan dari hasil tangkapan. Selain burung anies, beberapa burung lainnya yang saya pelihara di rumah semua hasil dari peternakan, bukan dari hasil tangkapan. Karena saya tidak ingin ada burung yang dipelihara di rumah merupakan hasil penangkapan,” jelasnya tegas.

Melunasi Janji Kemerdekaan

Hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) pada 1-15 Oktober 2013 lalu yang melibatkan 1.500 responden dari 34 provinsi di Indonesia, menunjukkan bahwa Anies Baswedan mendapat rekomendasi menjadi Capres dari Non Parpol sebesar 19,6% . Elektabilitas Anies Baswedan itu unggul atas deretan tokoh nasional sekelas Dahlan Iskan, Mahfud MD, Din Syamsudin, Said Aqil Siradj, dan Rhoma Irama. Nama Anies Baswedan menempati posisi teratas dengan selisih tipis atas Dahlan Iskan yang mendapat 18,5%.

Kini sebagai warga negara yang ingin turun tangan dan siap melunasi janji kemerdekaan, Anies akhirnya menerima tawaran menjadi peserta Konvensi Calon Presiden (Capres) dari Partai Demokrat. Lalu bagaimanakah kans tokoh public intelektual muda yang juga merupakan seorang ‘kicaumania’ ini ingin menjadi orang no. 1 di negeri ini? Kita lihat saja nanti. Taufik