Semarang (MediaBnR.Com) – Komunitas Penggemar Perkutut Klangenan (KP2K) kembali menggadakan Festival Perkutut Klangenan (rumahan). Gelaran itu rencananya akan diselenggarakan pada Minggu (19/10/2014) dengan masih mengusung tema edisi “Adu Gacor”.

Even Festival Perkutut Klangenan ini merupakan rangkaian dari gelaran festival sebelumnya. Karena sifatnya hanya eksibisi (pertunjukan), maka panitia tidak terlalu mempersoalkan berapa peserta yang datang. Menurut Masabi Utama—salah satu tokoh penyelengara ini, targetnya hanya sosialisasi mengenalkan bahwa penggemar perkutut klangenan juga punya wadah untuk ajang bersilaturahmi yaitu festival perkutut klangenan, “Namanya ‘barang baru’ tentu butuh proses lama untuk bisa diterima di hati penghobi perkutut,” terangnya.

(Foto: Dok. MediaBnR.com)

(Foto: Dok. MediaBnR.com)

Sadar akan resiko kerugian selama sosialisasi kegiatan ini, kembali Masabi Utama tidak mempersoalkan berapa pun dirinya harus merogoh kocek, “Niat saya cuma pengen melestarikan perkutut local, agar tetap dipandang sebagai aset warisan leluhur. Karena saya perhatikan hingga detik ini belum ada suatu wadah organisasi atau komunitas, yang peduli akan keberlangsungan perkutut lokal. Yang ada hanya wadah untuk menyalurkan hasrat penghobi perkutut seni suara,” jelas Masabi.

Pada penyelengaraan Festival Adu Gacor ke-2 ini, panitia menggelar 3 Kelas berbeda, pertama Kelas Nusantara, yang mempertandingkan perkutut lokal dan perkutut warna. Kelas Kedua mempertandingkan adu gacor antara perkutut bukan lokal atau kelas Bangkok Campur. Dikatakan campur menurut Dany Laksono, salah satu panitia lomba ini, karena tidak ada batasan mengenai kriteria suara, “Artinya burung perkutut bersuara rumahan yang hanya berbunyi “klar ke kung” juga bisa diikut sertakan,” katanya.

Sedangkan kelas berikutnya mempertandingkan perkutut bukan lokal (Bangkok Eksklusif). Dalam kelas ini panitia tidak membatasi keikutsertaan burung tipe bangkok apa yang akan diikutkan. “Namun dalam hal ketentuan, penjurian panitia hanya menghitung jumlah bunyi suara perkutut, yang minimal engkel ke atas atau berbunyi minim “klar ke te kung”. Ada pun bunyi berikutnya tidak dibatasi, bisa yang jalan doubel plus atau triple sekalipun tetap dinilai. Karena temanya festival adu gacor, maka ketentuan pemenang diambil dari jumlah bunyi terbanyak. Jadi siapa pun perkututnya, segacor mungkin biar bisa juara,” papar Dany Laksono menjelaskan.

Dalam lomba kali ini selain menyediakan penghargaan berupa piagam/piala, panitia juga menyediakan hadiah doorprize berupa “perkutut” dan lain-lain, “Prinsipnya kami dari KP2K hanya berusaha meramaikan dan melestarikan hobi memelihara perkutut di kalangan masyarakat, yang ternyata banyak sekali penggemarnya. Hanya saja sebagian besar perkutut yang mereka pelihara bersuara kurang bagus, alias tidak layak untuk dipertandingkan di lomba berseni suara,” ungkap Masabi Utama.

Juara Kelas Gacor Lokal (Foto: Dok. MediaBnR.com)

Juara Kelas Gacor Lokal (Foto: Dok. MediaBnR.com)

Dan khusus mengenai di buka kelas lokal/warna ini menurutnya memang menjadi tujuan awal berdirinya KP2K, yaitu berupaya melestarikan, sekaligus mengangkat derajat perkutut lokal yang notabenenya adalah warisan leluhur pendiri bangsa ini, “Jadi mari kita sama-sama meramaikan hobi perkutut agar seluruh masyarakat Indonesia gemar memelihara perkutut. Siapa tahu ke depan bisa mengangkat pemberdayaan ekonomi masyarakat. Untuk itu selain lomba juga di buka bursa perkutut yang bisa dimanfaatkan peternak untuk memajang hasil ternakkannya. Jadi soal caranya tidak perlu di perdebatkan, yang penting subtansinya sama-sama mau memasyarakatkan hobi memelihara burung perkutut,” tutur Masabi Utama, yang sangat mengharap partisipasi dari masyarakat sekitar. Kalau bukan kita terus siapa? Kalau bukan sekarang lantas kapan? (Anang)