Su'ud pemilik Dua Putri BF sediakan anakan murai batu trah juara (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Su’ud pemilik Dua Putri BF sediakan anakan murai batu trah juara (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Bermodal ilmu otodidak yang didapat, Suyudi, Malang, Jawa Timur menekuni dunia breeding murai batu sejak dua tahun silam. Berawal dari delapan pasang indukan, kini di bird farm milik pria yang juga tercatat sebagai juri BnR pusat. Ada 32 indukan produktif yang siap mencetak anakan trah jawara.

Kandang dengan ukuran 1×1,5 m dengan tinggi 2 m. delapan kandang di sisi barat mengawali produksi murai batu medan Dua Putri BF yang berlokasi di desa Pakis Kembar, Pakis, Malang, Jawa Timur. Butuh waktu sekitar tiga bulan. Dari delapan pasang indukan tersebut mampu menghasilkan 18 anakan kualitas jawara. Pasalnya, indukan yang ada di Dua Putri merupakan hasil perburuan Su’ud begitu ia akrab disapa, saat bertugas sebagai juri. “Mayoritas indukan adalah burung juara,” katanya.

Indukan favorit Dua Putri BF (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Indukan favorit Dua Putri BF (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Menurut Su’ud, untuk menghasilkan anakan berkualitas. Penentuan indukan sangat mempengaruhi hasil produksi sang murai batu tersebut. Karena bagi juri BnR yang bergabung sejak 2011 lalu ini. Selain sama-sama menyita waktu, tenaga dan biaya. Akan maksimal apabila hasilnya berkualitas juga, “Kalau indukan sudah punya trah juara. Anakan pasti darah jawara juga,” ucapnya.

Seiring berjalannya waktu, kesuksesan pun dirasakan Su’ud. Hingga mampu menopang roda perekonomian keluarga. Butuh waktu sekitar setahun, ia pun memberanikan diri untuk totalitas di dunia breeding. Keseriusannya ditunjukkan dengan membangun 24 kandang produksi disisi utara. Dengan demikian, total kandang produksi yang dimiliki Dua Putri BF saat ini ada 32 kandang. Untuk membangun kandang sebanyak itu, ia pun harus merelakan tanah dengan panjang 15 meter dan lebar 10 meter di belakang rumahnya menjadi lokasi breeding Dua Putri BF.

Dua Putri BF butuh lahan 15x10 meter untuk 32 kandang produksi (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Dua Putri BF butuh lahan 15×10 meter untuk 32 kandang produksi (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Hingga kini tak kurang dari 150 ring Dua Putri BF sudah berpindah tangan. Pelanggannya pun datang dari berbagai daerah. Baik dari daerah dalam dan luar Jawa Timur. Dua Putri BF juga melayani konsumen yang mayoritas adalah teman sehobi dari luar pulau Jawa. Di Jatim, Su’ud melayani pembeli dari Surabaya, Mojokerto, Kediri, dan Tulungagung. Sedangkan konsumen dari luar pulau, tak jarang ia melayani permintaan dari beberapa kota di Sumatera. Seperti Palembang, Aceh, Jambi, hingga penggemar murai batu dari asalnya, Medan juga pernah Ia pasok.

Alami Jatuh Bangun

Meski kini tinggal memetik hasil dari breeding yang ditekuninya. Awal terjun di dunia breeding tak berjalan mulus seperti yang dijalani Su’ud saat ini. Untuk memperoleh kesuksesan seperti sekarang, ia harus melalui berbagai tantangan. Bahkan kerugian materil tak mampu ditolaknya.

Kerugian tersebut dialaminya saat mengawali breeding. Walaupun sudah bertanya kepada teman-teman yang lebih dahulu terjun di breeding murai batu. Su’ud harus menelan pil pahit ketika mencari indukan jantan berubah menjadi betina saat dewasa. “Modal pengetahuan seadanya, saya pilih indukan sendiri. Anakan betina sekitar umur tiga bulan saya kira jantan. Nggak tahunya umur tujuh bulan jadi betina,” tuturnya kecewa.

Dalam sebulan 25 anakan murai batu dilepas Dua Putri BF (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Dalam sebulan 25 anakan murai batu dilepas Dua Putri BF (Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Kendati pernah jatuh bangun, hingga menelan kerugian yang harus menguras pundi-pundi rupiahnya. Su’ud tak patah arang menekuni breeding ini. Saran dari Bang Boy pemilik yayasan BnR membuat ia move on. “Saya ingat pesan beliau. Orang BnR harus bisa konservasi. Kata-kata tersebut yang memotivasi saya,” kenangnya.

Pelestarian Burung Kicau

Menilik kesuksesan yang telah diraihnya dari breeding murai batu. Su’ud ingin melebarkan sayapnya di dunia breeding. Selain akan memperbanyak produksi yang ada saat ini. Ia berharap bisa menekuni breeding jenis burung berkicau lainnya. “Mungkin setelah murai batu. Saya ingin coba breeding jalak bali atau cucak rawa,” harapnya.

Sebagai breeder, Su’ud sangat mendukung dengan adanya penangkaran yang dilakukan beberapa pegiat breeding di Indonesia. Karena menurutnya langkah ini merupakan tindakan nyata dan peduli untuk menjaga ekosistem burung di habitatnya. Dengan demikian, secara tak langsung para breeder di tanah air meringankan tugas pemerintah dalam menanggulangi kepunahan burung di alamnya. “Kalau pehobi burung beli gaconya dari hasil penangkaran. Secara tidak langsung kita turut menjaga ekosistem burung di alamnya,” ujarnya.

(Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

(Foto: Stefanus/MediaBnR.com)

Kekhawatiran sempat hinggap dibenaknya, melihat beberapa burung yang ada di Indonesia statusnya telah ditetapkan sebagai burung dilindungi. Su’ud pun khawatir apabila burung berkicau yang dilombakan mengalami kepunahan karena perburuan liar untuk diperdagangkan. Hingga membuat pemerintah mengambil sikap untuk memasukkan jenis burung tersebut ke dalam daftar sebagai burung dilindungi. Alhasil, di lomba burung berkicau, para penghobi harus kehilangan salah satu jenis burung berkicau.

Cerdas Melihat Peluang

Disisi lain, ia menilai dunia breeding dapat memberi kontribusi bagi mereka yang menekuninya, terutama dari aspek sosial. Karena bila dicermati, dunia breeding dapat memberikan lapangan pekerjaan baru bagi sang breeder maupun karyawannya. Tak bisa dipungkiri, banyak breeder yang sukses, rela meninggalkan pekerjaan utamanya atau mengajukan pensiun dini demi totalitas di penangkaran. Mulai dari karyawan swasta, pegawai negeri sipil hingga anggota militer berani mengambil sikap tersebut. “Asal kita cerdas melihat peluang yang ada,” imbuhnya. (Stefanus