Guna melengkapi koleksi burung yang dilombakan, awalnya hanya sekedar iseng menangkarkan muraibatu. Setahun silam, Eko BMS dengan bekal pengalaman minim tentang cara penangkaran, memberanikan diri mencetak burung ekor panjang bertipikal fihter sejati ini. Namun, berkat tangan dingin yang dimiliki, rupiah yang diraup dari home industri itu, berujung tuntutan untuk menambah jumlah kandang, terus berlangsung. Seiring dengan jumlah permintaan konsumen yang terus meningkat. Sejalan dengan maraknya muraibatu yang lagi diidolakan dalam setiap lomba.

Pria (32),  yang kesehariannya menggeluti bisnis kuliner bakso dengan 5 lokasi cabang berlebelkan ‘Bakso Moro Seneng’ ini, masih sempat meluangkan waktu untuk ikut melestarikan burung. Mungkin bukan peternak besar dan kondang, akan tetapi di halaman belakang rumahnya di Juwet Rejo, desa Poh Jejer, kecamatan Gondang-Mojokerto itu, berderet 15 petak kandang.

Kandang ternakannya ditata berjajar dan dibangun permanen. Masing-masing petak berukuran sama, lebar 1,5 m x panjang 2 m dan tinggi 2 m. Berbahan pasangan batubata, kayu dan kawat ram untuk pintu dan bagian atas, karena tinggi kandang tidak langsung ke atap. Jadi masih ada celah atau jarak sekitar 50 cm dari atap yang terbuat dari asbes. Lebar jarak celah ini berfungsi sebagai ventilasi, supaya suhu udara di dalam kandang tetap sejuk.

Di dalam petak kandang yang beralaskan tanah berpasir itu, kiranya cukup untuk menyegarkan udara dalam kandang, walaupun tanpa tanaman penyejuk. Kelengkapan seperti tempat pakan, bak mandi dan 2 bentuk tempat sarang, juga melengkapi ruang dalam kandang. Satu berbentuk kotak dari bahan kayu, yang lain menyerupai kentongan yang berbahan bambu berdiameter besar. Pasangan indukkan justru sering memilih bahan bambu sebagai sarang, paparnya.

Ayah dari tiga putri ini juga mengungkapkan “ Dari 15 kandang hanya 7 pasang yang produksi, yang lain masih dalam proses penjodohan. Banyak pasangan indukkan yang bermasalah, padahal sudah jodoh. Jadi sedang saya ganti-ganti(crossing, Red) pasangannya agar cepat menghasilkan anakan. Dari ketujuh pasangan subur tersebut, tidak kurang dari 8 ekor piyikan bisa saya panen dalam  setiap bulan,”. Harga piyikan bergelang ‘Eko BMS’ laku dipasaran 1 juta rupiah untuk yang jantan, sedangkan yang betina 800 ribu rupiah, umur 1-2 bulan dan dijamin sudah bisa makan sendiri.

Rencana kedepan, kicaumania merangkap sebagai peternak ini mengaku, bakal terus berusaha menambah  jumlah petak kandang dan pasangan indukkan. Karena piyikan yang dihasilkan tidak ada satupun yang tersisa. Padahal pilihan pejantan bukan dari trah jawara, hanya bedasarkan naluri pelomba. Namun berkat muraibatu bernama Grandong dan Assolole yang merupakan jebolan kandang yang dimilikinya itu, berdampak mendongkrak bird-farm-nya menjadi lebih terkenal.

Yang jelas, modal, kesempatan dan sarana penunjang lainnya sudah tersedia. Hanya tinggal membulatkan tekat, untuk mengelola ‘bisnis baru’ yang memunyai tujuan luhur, yakni ikut andil dalam gerakan pelestarian.*sugeng