Bang Boy (foto Prayogi Waluyo)

Bang Boy (foto Prayogi Waluyo)

Dilema, itulah perasaan yang kerap terjadi ketika seseorang bertugas sebagai juri. Bagaimana tidak, godaan pasti datang dari peserta yang menginginkan kejuaraan. Disinilah, hati nurani atau mental diuji. Sekali saja coba-coba menerima pemberian dari peserta sebagai ungkapan kegembiraan kemenangan, maka kedepannya juri tersebut akan selalu berharap.

Fenomena ungkapan kegembiraan yang disampaikan peserta kepada juri adalah potret klasik. Yang patut disadari bersama adalah menyampaikan ungkapan senang dalam wujud tidak sekadar tutur kata. Tetapi bentuk barang atau uang. Inilah yang merusak tatanan mental atau harga diri yang bisa membias pada suasana pelaksanaan lomba.

Mari kita simak bersama, ketika sebuah gelaran lomba berlangsung fair play tetapi masih ada yang merasa tidak puas, maka dapat dibayangkan, apa yang akan terjaadi jika gelaran lomba diwarnai adanya permainan juri, (juri tidak fair play).

Disinilah pentingnya mencetak mental juri yang bisa memiliki harga diri tinggi. Membentuk divisi juri bisa dikatakan tidak gampang juga tidak terlalu sulit. Hanya satu yang dibutuhkan yaitu sikap tegas dari satu orang yang bertanggung jawab. Kiat ini yang bisa jadi obat menumbuhkan kepercayaan kicaumania untuk suka dan ikut lomba yang kita adakan.

Sementara kalau kita lihat selama ini, ada juri yang kerap melanggar sistem namun masih ditugaskan. Jadi kicaumania harus jeli melihat dan mengamati fakta yang terjadi di lomba. Di sini saya katakan pula bahwa BnR  bukan tidak punya masalah dengan JURI YANG TIDAK PUNYA HATI

Namun BnR mempunyai sikap tegas dan tanpa tawar menawar melaksanakan komitmenya. Jadilah juri yang berkomitmen terhadap sistem. Menjual harga diri sebagai juri, tak ubahnya melacurkan profesi juri. Patut diingat bahwa harta paling berharga yang dimiliki manusia adalah harga diri. (BB)