Jamari kini pedagang burung di Pasar Burung Kartini, Semarang. Dulu ia pekerja kasar. Ia pernah menjadi kenek, membuat kue, lantas menjadi perawat burung di Semarang. Akhirnya ia menjadi pedagang.
Di Pasar Kartini, Jamari dikenal sebagai spesialis Cucakrawa, sebab ia menjual jenis burung tersebut. Selain berdagang cucak rawa juga menyediakan sangkar dari yang harian hingga sangkar lomba. Harga pun sangat relatif dari 150 ribu -3 juta.

Keberhasilannya dalam mengembangkan usahanya, tidak lain berkat keuletan dan keteletanan dalam berdagang. Kemudian seringnya mengikuti even lomba dari berbagai daerah menjadikan pengalaman yang tak terlupakan.
Jamari mengaku penghasilanya dalam menekuni usahanya  perbulan berkisar 5 juta belum lagi dagangan lainnya. Namun  dibalik kesuksesan tersebut ternyata penuh kepahitan.

Jamari

Jamari

Awalnya, pada tahun 1983, ia merantau ke Semarang. Dan bekerja serabutan. Terkadang pula rasa lapar dan dahaga tak pernah difikirkannya yang terpenting  menurut Jamari adalah pekerjaan terlebih dahulu untuk menambah pengalaman. Walau terkadang dalam fikiran pria jangkung ini hidup tanpa kepastian tetapi ia tetap berkeyakinan jika nantinya akan ada perubahan nasib terutama di bdang ekonominya.Terbukti dari hasil bekerja, penghasilan sedikit demi sedikit di tabungnya, hingga ia mampu membeli kios di Pasar Karimata seharga 1,5 juta. Betapa senangnya Jamari saat ia bisa membeli sebuah kios.

Begitu telah memiliki armada yang satu itu, Jamari langsung bertambah giat, berbagai macam dagangan burung ocehan serta perkutut. Saking larisnya, Jamari kemudian meningkat membeli sebuah rumah pada tahun 1991.  “Saya membeli rumah pada saat belum menikah alias membujang sehingga suatu saat jika menikah sudah ayem tentrem,” katanya. Meski usahanya terus berkembang, namun Jamari tidak memndang sebelah mata kepada siapa pun. sebab, sangatlah nonsen hidup akan berkembang jika tak ada pertemanan dan persahabatan.

Menginjak tahun 1994, bak air mengalir, penghasilan Jamari terus meningkat tajam. Terutama daganganya jenis cucak rawa dan jual sangkar SIP. Banyak pemesan dari berbagai derah seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Solo. Dari keuntungan itulah,  menjadikan jamari menambah satu rumah. Merasa mapan itulah Jamarim kemudian baru berani menikah.
Tak ketinggalan pula sebuah mobil pun mampu dibeli seorang Jamari. Meski tak begitu mewah namun diliha kenyataan pahit yang sebelumnya merupakan pengamalan-pengalaman memilukan. “Jangan sekali-kali putus asa. Sebab orang pututs asa selalu dijauhi rejeki. Yang lebih hebat lagi, Jamari kemudian menjual mobilnya tersebut hanya untuk membangun tempat ibadah.” meski sekarang mobil yang dimiliki tidak semewah yang dulu, tetapi bagi jamari, sudah Merasa bersyukur.”

Kini seorang Jamari bukanlah jamari yang dulu yang bekerja sebagai kernet, penjual kue dan perawat burung. Seorang Jamari dalam kehidupan yang penuh dengan karang terjal justru menjadikan sebuah tantangan hidup. Kini hasilnya Jamari adalah sebagai bos bukan lagi hidup pindah yang satu ke pindah yang lain. (hermansyah/dwo)