Edi Gundul didepan kandang murai batu yang ditempatkan di rumah orang tuanya

Edi Gundul didepan kandang Murai Batu (BnR – Stefanus)

Tak ada kesuksesan yang diraih secara mudah. Kerja keras, tekun dan berusaha merupakan langkah yang harus ditempuh untuk mencapai hasil maksimal. Bisa dibilang Edi Gundul telah menjalani proses tersebut. Dalam mengarungi dunia breeding, pria berkepala plontos tersebut sudah merasakan pehit getirnya menekuni breeding burung berkicau.

Sekitar tahun 2005 merupakan awal Edi menapaki dunia breeding. Saat itu Ia mencoba peruntungan breeding burung kenari. Bahkan bapak dua orang putra dan satu putri ini langsung menjadikan kenari AF, F1 dan Yorkshire sebagai percobaan breedingnya.

Namun nasib berkata lain, untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Kesuksesan belum direngkuhnya, justru kegagalan sudah menghampiri Edi kala itu. 7 pasang indukan kenari dan beberapa anakan raib dimakan biawak.

Karena tak memiliki lahan, waktu itu ia menempatkan kenari disamping rumahnya yang bersebelahan dengan tanah lapang. “Kebetulan di sekitar tempat itu (sambil menunjuk pada sebuah bangunan terbuat dari anyaman bambu alias gedek) banyak anakan biawaknya. Jadi semua indukan dan beberapa anaknya habis dimakan,” kenangnya.

Meski sempat mengalami kegagalan, Ia tak lantas patah arang. Dengan menanamkan filosofi ke pola pikirnya, bahwan kegagalan merupakan kesuksesan yang tertunda. Ia pun bangkit meneruskan breeding. Burung lovebird adalah pilihan jenis burung selanjutnya untuk breeding pasca gagal breeding kenari.

Berbekal ilmu otodidak, Ia rela bertanya pada teman, kerabat dan para breeder yang terlebih dahulu menekuni dunia breeding lovebird. Bahkan untuk memperoleh ilmu breeding, Edi tak sungkan membuang rasa malu demi mendapatkan tips dan trik dari beberapa breeder. Namun tidak semua yang ditemuinya begitu mudah memberikan ilmu pada pria yang tinggal di Jalan Permata, Sampang, Madura. “Nggak semuanya enak, ada yang baru ngomong setelah meminta imbalan dua pack rokok,” ceritanya.

Setelah memperoleh ilmu dari berbagai narasumber, Ia pun menerapkan ilmu tersebut, alhasil kini 20 pasang lovebird koleksinya lancar berproduksi. Walau saat ini harga lovebird di pasaran sedang anjlok, namun Edi tak mau membandrol lovebird hasil breedingnya dengan harga miring. Pasalnya, lovebird miliknya hanya akan dilepas pada pehobi yang mencari materi lomba, bukan untuk di breeding-kan kembali. “Saya tetap bertahan dengan harga tinggi. Karena sekarang saya fokus menjual lovebird dengan materi lapangan,” ujarnya.

Mengenai anjloknya harga lovebird di pasaran saat ini, Edi memberikan pendapat pada pewarta BnR saat bertandang di kediamannya. Menurutnya, import lovebird yang terus digerojok baik dari beberapa negara Asia, Holland hingga Afrika. Sangat mempengaruhi stabilnya harga. Pasalnya, para pehobi berbondong-bondong memburu lovebird import dengan berbagai alasan, salah satunya postur yang lebih gagah dan suara cenderung lebih kasar. Disamping itu, menjamurnya breeder pemula atau lebih tepat disebut newcomers breeder. Daya beli pehobi semakin menurun, karena mereka berlomba-lomba menangkarkan lovebird. “Semua coba menangkar, terus yang beli nggak ada. Akhirnya stok hasil breeding membludak. Yaa inilah yang membuat harga lovebird saat ini menurun,” katanya.

Indukan produktif

Indukan produktif Love Bird (BnR – Stefanus)

Sukses di lovebird, Ia pun mencoba breeding murai batu. Meski jumlahnya tak sebanyak si paruh bengkok, namun dewi fortuna masih berpihak padanya. 4 pasang indukan produktif, dua diantaranya berhasil mencetak anakan dengan kualitas jawara. Dibalik kesuksesan itu, jalan yang ditempuhnya tak selalu berjalan mulus.

Bahkan saat pewarta BnR diijinkan untuk meliput breedingnya. Kebetulan ada satu ekor murai batu betina miliknya mati. “Saya paksakan berjodoh, akhirnya dibunuh jantannya,” terang Edi sambil menunjukkan bangkai burung tersebut. Meski demikian Ia tak menyesal, karena menurut Edi, pelajaran yang dapat diambil adalah pengalaman dari kejadian tersebut. “Pengalaman itu akan semakin membuat saya maju sebagai seorang breeder,” terangnya.

Kini setelah jerih payah yang ditempuhnya berhasil dilalui, buah dari apa yang telah ditanamnya telah dipetik. Hasil dari breeding lovebird mampu menopang ekonomi keluarganya. Meski demikian, Edi tak lantas puas. Pasalnya mandat dari Bang Boy tentang dunia penangkaran yang harus digalakkan tetap menjadi pedomannya untuk menekuni dunia breeding.